Permendesa Pdtt Nomor 16 Tahun 2019 Perihal Musyawarah Desa
Berikut ini yaitu berkas Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa. Download file format .pdf.
Keterangan:
Di bawah ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa.
PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2019
TENTANG MUSYAWARAH DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 80 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 wacana Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 wacana Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 wacana Desa, perlu memutuskan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi wacana Musyawarah Desa;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 wacana Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 wacana Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 wacana Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 wacana Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 wacana Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 wacana Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 wacana Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6321);
- Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 wacana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13);
- Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 wacana Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 463) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 22 Tahun 2018 wacana Perubahan atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 wacana Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1915);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG MUSYAWARAH DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Desa yaitu desa dan desa sopan santun atau yang disebut dengan nama lain yang selanjutnya disebut Desa yaitu kesatuan masyarakat aturan yang mempunyai batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan Desa yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa yaitu kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain yaitu lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa menurut keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
5. Lembaga Kemasyarakatan Desa yang selanjutnya disingkat LKD yaitu wadah partisipasi masyarakat sebagai kawan Pemerintah Desa dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.
6. Lembaga Adat Desa atau sebutan lainnya yang selanjutnya disingkat LAD yaitu lembaga yang menyelenggarakan fungsi sopan santun istiadat dan menjadi penggalan dari susunan orisinil Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain yaitu musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, yang selanjutnya disebut RPJM Desa yaitu Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
9. Rencana Kerja Pemerintah Desa yang selanjutnya disebut RKP Desa yaitu pembagian terstruktur mengenai dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disebut APB Desa yaitu planning keuangan tahunan pemerintahan Desa.
11. Menteri yaitu Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan daerah perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai:
a. contoh bagi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan training dan pengawasan Penyelenggaraan Musyawarah Desa; dan
b. pemikiran bagi Pemerintah Desa, BPD, LKD, dan unsur masyarakat lainnya dalam memfasilitasi dan menyelenggarakan Musyawarah Desa.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a. menguatkan fungsi Musyawarah Desa sebagai ruang partisipasi masyarakat dalam implementasi Undang-Undang Desa;
b. mengakibatkan Musyawarah Desa sebagai lembaga pengambilan keputusan tertinggi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan
c. mendorong sinergitas kiprah pemangku kepentingan Desa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Musyawarah Desa yang demokratis, partisipatif, inklusif, responsif gender, transparan, pada kepentingan masyarakat. akuntabel, dan berpihak
Pasal 4
Musyawarah Desa berasaskan:
a. musyawarah mufakat;
b. keadilan;
c. keterbukaan;
d. transparan;
e. akuntabel;
f. partisipatif;
g. demokratis; dan
h. kesetaraan.
Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
a. kebijakan pelaksanaan Musyawarah Desa;
b. tatacara Musyawarah Desa;
c. tindak lanjut hasil Musyawarah Desa; dan
d. training dan pengawasan.
BAB II
KEBIJAKAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH DESA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Musyawarah Desa dilaksanakan untuk membahas hal yang bersifat strategis dalam pembangunan Desa.
(2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penataan Desa;
b. perencanaan Desa;
c. kolaborasi Desa;
d. planning investasi yang masuk ke Desa;
e. pembentukan Badan Usaha Milik Desa;
f. penambahan dan pelepasan aset; dan
g. kejadian luar biasa.
(3) Musyawarah Desa dilaksanakan dan dipimpin oleh BPD difasilitasi oleh Pemerintah Desa.
(4) Desa melaksanakan Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
(5) Musyawarah Desa didanai oleh APB Desa.
Bagian Kedua
Jenis Musyawarah Desa
Pasal 7
Musyawarah Desa terdiri atas 2 (dua) jenis:
a. Musyawarah Desa terencana; dan
b. Musyawarah Desa insidental.
Pasal 8
(1) Musyawarah Desa bersiklus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 aksara a, dipersiapkan dan dituangkan dalam RKP Desa pada tahun sebelumnya.
(2) Perencanaan Musyawarah Desa bersiklus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup planning kegiatan dan planning anggaran biaya.
(3) Perencanaan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun dengan mempertimbangkan hal yang bersifat strategis yang harus dimusyawarahkan dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 9
(1) Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 aksara b, merupakan Musyawarah Desa yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa dan kejadian yang mendesak.
(2) Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipersiapkan sesuai dengan kondisi obyektif yang mendasari diadakannya Musyawarah Desa.
(3) Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk membahas dan menetapkan:
a. pembahasan kondisi; dan
b. penanganan.
(4) Hasil pembahasan Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Berita Acara.
(5) Berita Acara Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Kepala Desa.
Bagian Ketiga
Pelaku Musyawarah Desa
Pasal 10
(1) Pelaku Musyawarah Desa terdiri atas:
a. Pemerintah Desa;
b. BPD; dan
c. unsur masyarakat.
(2) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara c, terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan proteksi anak; dan/atau
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(3) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Musyawarah Desa sanggup melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat.
(4) Unsur masyarakat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi:
a. perwakilan kewilayahan;
b. perwakilan pemerhati/kader kesehatan masyarakat;
c. perwakilan kelompok penyandang disabilitas;
d. perwakilan kelompok lanjut usia;
e. perwakilan kelompok seniman; dan/atau
f. perwakilan kelompok lain yang teridentifikasi di Desa yang bersangkutan sesuai kearifan lokal masing masing Desa.
(5) Dalam hal diperlukan, Musyawarah Desa sanggup menghadirkan narasumber yang berasal dari:
a. Pemda Provinsi atau Pemda Kabupaten/Kota;
b. investor;
c. akademisi;
d. praktisi; dan/atau
e. organisasi sosial masyarakat.
Bagian Keempat
Paragraf 1
Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Desa
Pasal 11
Pemerintah Desa bertugas:
a. melaksanakan koordinasi dengan para pihak terkait hal strategis yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa;
b. menyiapkan sumbangan anggaran;
c. mempersiapkan materi pembahasan; dan
d. bentuk fasilitasi lainnya untuk mendukung penyelenggaraan Musyawarah Desa.
Pasal 12
(1) Dukungan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 aksara b, dialokasikan dalam APB Desa.
(2) Materi pembahasan yang dipersiapkan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 aksara c berisi :
a. konsepsi;
b. kajian;
c. kebijakan dan dasar hukum;
d. analisis dampak; dan
e. hal lainnya.
Pasal 13
Dalam menyelenggarakan Musyawarah Desa, Pemerintah Desa bertanggungjawab atas proses demokratisasi yang higienis dan bebas intervensi pihak manapun, serta sarana pendukung kegiatan lainnya.
Paragraf 2
Tugas dan Tanggung Jawab Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 14
Dalam menyelenggarakan Musyawarah Desa BPD bertugas:
a. mempersiapkan Musyawarah Desa sesuai planning kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya;
b. melaksanakan koordinasi teknis penyelenggaraan dengan Kepala Desa;
c. membentuk panitia pelaksana;
d. menyebarluaskan informasi mengenai materi atau materi hal strategis yang akan dibahas dan diputuskan;
e. menampung, menganalisis, membahas, dan menyusun skala prioritas aspirasi masyarakat Desa;
f. menyalurkan aspirasi hal strategis yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa dan mencatatnya dalam buku aspirasi; dan
g. memberikan pandangan resmi hal strategis yang dimusyawarahkan dan dituangkan dalam informasi acara.
Pasal 15
BPD bertanggungjawab memfasilitasi dan memimpin proses Musyawarah Desa yang demokratis dan menghasilkan keputusan yang berkualitas.
Paragraf 3
Hak dan Kewajiban Unsur Masyarakat
Pasal 16
Unsur masyarakat dalam Musyawarah Desa berhak:
a. mendapat informasi secara lengkap dan benar terkait hal strategis yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa;
b. mengawasi kegiatan penyelenggaraan Musyawarah Desa maupun tindaklanjut hasil keputusan Musyawarah Desa;
c. mendapat perlakuan sama dan adil bagi unsur masyarakat yang hadir sebagai penerima Musyawarah Desa;
d. mendapat kesempatan yang sama dan adil dalam memberikan aspirasi, saran, dan pendapat verbal atau tertulis secara bertanggung jawab; dan
e. mendapat proteksi dari gangguan, ancaman, dan tekanan selama berlangsungnya Musyawarah Desa.
Pasal 17
Unsur masyarakat dalam Musyawarah Desa berkewajiban:
a. merumuskan aspirasi, pandangan, dan kepentingan;
b. mempersiapkan kemampuan diri untuk memberikan aspirasi, pandangan, dan kepentingan;
c. berperan serta secara aktif dalam Musyawarah Desa yang demokratis, transparan, dan akuntabel;
d. mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram; dan
e. melaksanakan nilai-nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotong-royongan dalam pengambilan keputusan.
BAB III
TATA CARA MUSYAWARAH DESA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
Tahapan Musyawarah Desa terdiri atas:
a. persiapan; dan
b. pelaksanaan.
Bagian Kedua
Persiapan
Pasal 19
(1) BPD mempersiapkan penyelenggaraan Musyawarah Desa menurut planning kegiatan dan planning anggaran biaya.
(2) Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pemetaan aspirasi dan kebutuhan masyarakat;
b. sarana dan prasarana pendukung; dan
c. penerima undangan dan pendamping.
(3) Rencana anggaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diadaptasi dengan kondisi keuangan Desa.
(4) BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan surat pemberitahuan kepada Pemerintah Desa perihal planning penyelenggaraan Musyawarah Desa yang meliputi:
a. undangan untuk menyiapkan materi pembahasan berupa dasar pemikiran, konsep, dan manfaat hal strategis yang akan dimusyawarahkan;
b. penyiapan biaya penyelenggaraan Musyawarah Desa; dan
c. penyediaan sarana pendukung kegiatan dalam Musyawarah Desa.
Pasal 20
(1) Dalam persiapan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 aksara a, BPD melaksanakan rapat untuk menyusun pandangan resmi terhadap hal strategis yang akan dimusyawarahkan menurut aspirasi masyarakat yang sudah digali, ditampung, dan diolah.
(2) Pandangan resmi BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam informasi aktivitas hasil Musyawarah BPD.
(3) Berita aktivitas hasil Musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh pimpinan dan/atau unsur BPD.
Pasal 21
(1) BPD membentuk panitia pelaksana Musyawarah Desa yang ditetapkan dengan keputusan BPD.
(2) Susunan panitia pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. ketua: sekretaris BPD;
b. anggota:
1) unsur BPD;
2) unsur perangkat Desa; dan
3) unsur LKD;
(3) Panitia pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam melaksanakan tugasnya bersifat sukarela.
Pasal 22
Panitia pelaksana dalam melaksanakan Musyawarah Desa menyiapkan:
a. kepesertaan Musyawarah Desa;
b. jadwal kegiatan;
c. tempat kegiatan; dan
d. sarana pendukung kegiatan.
Pasal 23
(1) Kepesertaan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 aksara a, terdiri atas:
a. peserta; dan
b. undangan.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a, berasal dari Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat yang diundang secara resmi.
(3) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara b, merupakan setiap orang selain warga Desa yang diundang hadir sebagai undangan.
(4) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit terdiri atas:
a. unsur Pemda Kabupaten/Kota;
b. tenaga Pendamping Profesional;
c. bintara pembina desa; dan/atau
d. bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat.
Pasal 24
(1) Panitia pelaksana Musyawarah Desa memutuskan jumlah penerima dan undangan menurut planning kegiatan, planning anggaran biaya dengan memperhatikan keterwakilan unsur penerima dan proporsionalitas jumlah penduduk Desa dan memenuhi keterwakilan unsur masyarakat yang ada di Desa.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan yang berkaitan pribadi dengan hal yang bersifat strategis yang dibahas dalam Musyawarah Desa dan bisa memberikan aspirasi kelompok yang diwakilinya.
(3) Dalam hal terdapat masyarakat Desa yang berkepentingan dan belum terwakili sebagai penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup mendaftar ke panitia untuk diundang sebagai peserta.
Pasal 25
(1) Jadwal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 aksara b, disusun dengan ketentuan:
a. diselenggarakan pada hari kerja atau selain hari kerja;
b. diselenggarakan pada pagi, siang atau malam hari; dan
c. tidak diselenggarakan pada hari keagamaan dan hari libur nasional.
(2) Jadwal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadaptasi dengan kondisi objektif, kearifan lokal, dan sosial budaya masyarakat.
Pasal 26
(1) Tempat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 aksara c, sanggup dilaksanakan pada:
a. gedung balai desa;
b. gedung pertemuan milik Desa;
c. lapangan Desa;
d. rumah warga Desa;
e. gedung sekolah yang ada di Desa; dan/atau
f. tempat layak lainnya sesuai kondisi objektif dan kearifan lokal.
(2) Tempat kegiatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berada di wilayah Desa.
Pasal 27
(1) Sarana pendukung kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 aksara d, paling sedikit berupa:
a. konsumsi;
b. meja dan kursi;
c. tenda;
d. pengeras suara
e. papan tulis; dan
f. alat tulis kantor (ATK).
(2) Penyediaan sarana pendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mengutamakan sarana dan prasarana yang ada di Desa.
(3) Dalam hal sarana pendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mencukupi, panitia sanggup menyediakan dengan cara swadaya, gotong royong masyarakat, pinjam meminjam, dan/atau sewa.
(4) Biaya sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penggalan dari anggaran Musyawarah Desa.
Pasal 28
(1) Sebelum pelaksanaan Musyawarah Desa, perwakilan unsur masyarakat melaksanakan musyawarah pemangku kepentingan untuk:
a. menyiapkan data pendukung;
b. menggali dan menampung aspirasi; dan
c. membahas dan merumuskan aspirasi pemangku kepentingan.
(2) Hasil musyawarah pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai materi pembahasan dalam Musyawarah Desa.
(3) Musyawarah pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. musyawarah kelompok petani;
b. musyawarah kelompok nelayan;
c. musyawarah kelompok perajin;
d. musyawarah kelompok perempuan;
e. musyawarah lembaga anak;
f. musyawarah kelompok pegiat proteksi anak;
g. musyawarah kelompok masyarakat miskin;
h. musyawarah kewilayahan;
i. musyawarah pemerhati/kader kesehatan masyarakat;
j. musyawarah penyandang dan/atau keluarga penyandang disabilitas;
k. musyawarah kelompok seniman;
l. musyawarah LKD;
m. musyawarah LAD; dan
n. musyawarah yang dilakukan oleh pemangku kepentingan lainnya.
(4) Hasil keputusan musyawarah pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam informasi aktivitas yang ditetapkan oleh ketua kelompok pemangku kepentingan dengan dilampiri notula dan data yang diperlukan.
Pasal 29
(1) Ketua BPD bertindak selaku pimpinan Musyawarah Desa. (2) Salah satu dari anggota BPD dan/atau unsur masyarakat ditunjuk sebagai sekretaris Musyawarah Desa.
(3) Dalam hal pimpinan berhalangan hadir, pimpinan Musyawarah Desa sanggup digantikan oleh Wakil Ketua BPD atau anggota BPD lainnya.
(4) Dalam hal pimpinan berhalangan hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memberitahukan secara tertulis dan diinformasikan kepada penerima Musyawarah Desa.
Pasal 30
Tata cara Musyawarah Desa dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan penggalan tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 31
(1) Musyawarah Desa dilaksanakan sesuai dengan tata tertib Musyawarah Desa.
(2) Ketentuan mengenai tata tertib Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Desa.
(3) Format tata tertib Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran II yang merupakan penggalan tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
TINDAK LANJUT KEPUTUSAN MUSYAWARAH DESA
Pasal 32
(1) Hasil Musyawarah Desa dituangkan dalam informasi aktivitas keputusan hasil Musyawarah Desa.
(2) Hasil Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai dasar penetapan kebijakan Pemerintahan Desa.
(3) Hasil Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipublikasikan kepada masyarakat.
(4) Penetapan kebijakan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
(1) Perselisihan yang timbul jawaban tindak lanjut keputusan Musyawarah Desa diselesaikan secara musyawarah mufakat dan dilandasi semangat kekeluargaan.
(2) Dalam hal musyawarah perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum tercapai mufakat, penyelesaiannya difasilitasi oleh Pemerintah daerah Kabupaten/Kota.
(3) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersifat final dan ditetapkan dalam informasi aktivitas yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan training dan pengawasan penyelenggaraan Musyawarah Desa yang dikoordinasikan oleh pimpinan unit kerja yang membidangi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Bupati/Wali Kota melaksanakan training dan pengawasan pelaksanaan Musyawarah Desa yang dikordinasikan oleh perangkat daerah yang membidangi pemberdayaan masyarakat Desa.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sanggup dilakukan dengan:
a. menyusun dan memutuskan kebijakan;
b. menyusun aktivitas dan kegiatan; dan
c. menyediakan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(4) Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilaporkan kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur.
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 35
(1) Pendanaan dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Alokasi pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan planning anggaran belanja yang sudah diajukan tahun sebelumnya dalam RKP Desa dan dituangkan dalam APB Desa tahun anggaran berjalan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Pada dikala Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 wacana Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Oktober 2019
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
EKO PUTRO SANDJOJO
Selengkapnya silahkan lihat atau download berkas Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa di bawah ini.
File Preview:
Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa
Download File:
Download Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa.pdf
Petunjuk Teknis Musyawarah Desa - Lampiran I Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa
Pedoman Penyusunan Tata Tertib Musyawarah Desa - Lampiran II Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa

Komentar
Posting Komentar